Laman

Jumat, 19 Agustus 2011

Maafkan kami, Ramadhan...... T.T


Tak ada seorang muslim yang menanam pohon, kecuali sesuatu yang dimakan dari tanaman itu akan menjadi sedekah baginya..." -Rasulullah saw-
Dapat kiriman email dari murrabi tersayangg :)

----- Forwarded Message -----
From: Rahajeng Aditya <my19januar@yahoo.com>
To: "pengurus_forkom_alims@yahoogroups.com" <pengurus_forkom_alims@yahoogroups.com>
Sent: Monday, August 15, 2011 5:38 PM
Subject: [pengurus_forkom_alims] Maafkan kami, Ramadhan...
*baca ini bikin gerimiiiis...T-T. Apa kabar dengan ramadhan kita sampai dengan hari ini...???

Maafkan kami, Ramadhan..
*Dikutip dari artikel berjudul, “Maafkan kami, Ramadhan. Jika Ibadah Kami Sangat Jauh dari Mereka.” (Sulthan Hadi)
Majalah Tarbawi edisi 257, Ramadhan 1432 H

Ramadhan yang agung, dahulu pernah datang kepada kaum yang melakukan persiapan maksimal untuk menyambutnya, yang sangat memahami rahasia bulan suci itu, yang mengenali keistimewaannya. Mereka menantinya dan selalu berjaga untuk mendapatkannya, menyertainya dengan shalat, puasa, membaca Al-qur’an, dan melakukan banyak lagi ibadah yang lain. Mereka berdoa enam bulan sebelumnya agar diberi kesempatan bertemu dengan Ramadhan, demi mendapatkan keberkahan dan keutamaannya, lalu berdoa enam bulan kemudian agar yang mereka lakukan bersama Ramadhan, semua diterima oleh Allah swt. Mereka berdoa,” Ya Allah, selamatkan  kami hingga Ramadhan, selamatkan pula Ramadhan untuk kami, dan terimalah ia dari kami.”

Dahulu ia datang kepada kaum yang bergadang di malam hari demi bercengkerama bersamanya disetiap detiknya, merasakan dahaga di siang harinya, memahami bahwa Ramadhan adalah hari-hari yang tak tergantikan, lalu memberikan apa saja yang berharga dan bernilai yang mereka miliki. Mereka sangat memahani firman Allah swt, “(yaitu) beberapa hari tertentu,” hari-hari yang berbilang, hari-hari yang terbatas, maka mereka ingin agar tidak kehilangan sedikit pun. Serasa Ramadhan menatap mereka, sedang diantara mereka ada yang menangis, tenggelam dalam rasa takut mereka kepada Allah swt. Ada yang mendirikan shalat, lupa dari kehidupan dunia. Ada yang sujud, meninggalkan dunia dibelakang punggungnya. Ada yang berdoa dan bermunajat, menggantungkan seluruh asanya hanya kepada Allah swt.
Kita membaca dalam sirah mereka, disana ada alim bernama Ibnu Syarahil yang karena sujudnya kepada Allah begitu lama hingga tanah memakan keningnya. Di sana ada Shafwan bin Salim yang berdiri melakukan shalat malam hingga kedua kakinya bengkak, dan urat-uratnya terlihat membiru. Ada pula Abdulllah bin Zubair yang shalat disekitar Ka’bah, tak merasakan batu-batu yang berjatuhan di sekitarnya, yang dilemparkan oleh orang-orang kafir. Ada Umar bin Khattab, yang selalu menangis ketika shalat hingga di kedua belah pipinya terlihat garis hitam oleh sebab airmata yang selalu menetes.
Mereka selalu serius dengan Al-Qur’an, seperti Utsman bin Affan yang mengkhatamkannya setiap hari selama Ramadhan, atau seperti Qatadah yang mengkhatamkannyasetiap tiga hari sekali. Atau seperti Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad yang sengaja menghentkan segala aktifitasnya agar bisa berkonsentrasi penuh dengan Al-Qur’an.
Mereka begitu menikmati shalat malamnya, berkomunikasi dengan Penciptanya, dan meresapi tilawah Qur’annya. Ini terlihat dari keadaan Abdullah bin Fudhail yang ketika mendengarkan ayat Allah, “Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan kepada neraka, lalu mereka berkata ,’Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan Kami, serta menjadi orang-orang yang beriman.” (QS. Al An’am:27) tiba-tiba menangis dan kemudian tak sadarkan diri setelah itu.
Sungguh benar firman Allah swt  yang memuji mereka, “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan harta apa-apa rezki yang Kami berikan. Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi merea, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS As Sajdah: 16-17)
Namun hari ini, Ramadhan datang kepada kita, yang tahu kemuliaannya tapi tak banyak melakukan apa-apa. Mungkin Ramadhan menatap kita dengan tatapan kosong; tak ada aktifitas di waktu malam kecuali hanya senda gurau, berhibur, dan menebar canda tawa. Mungkin Ramadhan melihat kita hanya sekumpulan dungu yang meninggalkan shalat dan hanya asyik menghabiskan waktu dengan chanel-chanel tv yang tak memberi manfaat. Mungkin Ramadhan hanya menatap kita sebagai sekumpulan orang-orang malas, yang merasa telah mengeluarkan segala kesungguhannya usai menunaikan shalat Tarawih sebanyak delapan rakaat dalam beberapa menit, setelah itu pergi dengan penuh rasa bangga, seolah telah melaksanakan dan menunaikan hak untuk ibadahnya dan terbebas dari kewajiban Allah kepadanya.
Mungkin kita harus meminta maaf kepada Ramadhan. Sebab hati kita barangkali telah berubah menjadi keras, membatu, mata kita kering. Kita mungkin tidak bisa sepenuhnya merasakan manisnya ketaatan, tidak pula indahnya ibadah, serta nikmatnya munajat-munajat malam Ramadhan.
Ramadhan mungkin belum menemukan apa yang seharusnya ia temukan pada diri kita . padahal menurut orang-orang yang ditemui Ramadhan dahulu, bahwa Ramadhan adalah bulan bertemunya dua macam jihad; jihad di waktu siang dengan berpuasa, dan jihad di waktu malam dengan memperbanyak shalat malam dan tilawah Qur’an. Dan Imam Ibnul Jauzi telah mengingatkan kita tentang hal itu dalam nasihatnya, “Siapa yang mengumpulkan dua jihad ini, serta melakukan keduanya dengan penuh sabar, pahalanya akan diberikan tanpa hisab.”
Hal yang sama juga telah disampaikan Ka’ab,” Pada hari kiamat akan terdengar seruan, ‘Sesungguhnya setiap orang yang menanam akan diberikan apa yang ditanamnya disertai tambahan, hanya saja para ahli Al-Qur’an dan puasa diberikan pahala mereka tanpa batas, tanpa perhitungan.”
Sekali lagi, mungkin kita harus minta maaf pada Ramadhan. Karena ia belum menemukan dalam diri kita sesuatu yang sesungguhnya ia harapkan dari kehadirannya bersama kita. Seperti saat ia pernah hadir di tengah-tengah manusia yang memperlakukannya dengan sangat istimewa, yang tidak tunduk dan terpedaya oleh musuh. Ramadhan hadir di tengah mereka, dimana bumi yang dipijak selalu terdengar adzan, syiar Ramadhan selalu diagungkan, selalu ditinggikan. Maafkan kami, Ramadhan..



Tidak ada komentar:

Posting Komentar